Meneladani Ibrahim Agar Menjadi Kekasih Allah.
Nabi Ibrahim merupakan kekasih Allah. Hal ini dijelaskan dalam Al Qur'an :
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۗ وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
" Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan-(Nya)." (Q.S.4 An Nisa : 125).
Inti dari agama adalah Islam. Totalitas diri kita kepada Allah, berbuat baik, menyembah Allah dengan sebaik-baiknya dengan perasaan seolah-olah Allah sedang melihatnya, dan mencontoh yang baik-baik saja.
Ibrahim diangkat sebagai kekasih Allah karena :
1. Ibrahim adalah pribadi yang meng tauhidkan Allah, dan Ibrahim tidak termasuk kepada orang yang musyrik (tidak melakukan hal-hal yang mengandung syirik, walaupun itu syirik kecil seperti melakukan ritual-ritual yang tidak diajarkan agama Islam, melakukan sesuatu yang bukan sebab dianggap menjadi sebab, contoh : semenjak memakai cincin batu, rejeki semakin bertambah, dll. Diantara syirik asghar yang tidak terasa adalah riya.
Ibrahim pun berani menghancurkan kemusyrikan dan kemungkaran, dengan menghancurkan berhala-berhala.
Inti dari tauhid adalah meng ikhlaskan ibadah hanya untuk Allah SWT. Dan salah satu hal yang bisa menghapus amal adalah syirik dan riya.
Diantara doa Ibrahim yang menyelamatkannya saat dibakar oleh orang kafir adalah : "HasbunAllah wa nikmal wakil" ( cukuplah Allah sebagai pelindung/penolong).
Hal ini bisa kita teladani, saat menghadapi masalah bukan curhat dan berharap kepada makhluk/manusia, tetapi curhat dan berharaplah hanya kepada Allah SWT.
2. Ibrahim adalah pribadi yang sangat patuh dan taat kepada Allah.
Contoh : Ibrahim melakukan khitan dalam usia 80 thn dengan menggunakan batu saat turun perintah kewajiban khitan untuk laki-laki dari Allah, tanpa bertanya kenapa dia harus melakukan hal tersebut.
Ibrahim selalu melaksanakan semua perintah Allah dan menerima semua ujian dari Allah tanpa bertanya kenapa Allah memberikan cobaan itu kepadanya. Begitu pula saat beliau bermimpi menerima perintah dari Allah harus menyembelih anaknya. Beliau menyampaikan pada anaknya dan melaksanakan perintah tersebut tanpa bertanya kenapa Allah memerintahkan hal tersebut kepadanya.
Oleh karenanya, apa yang dilakukan oleh nabi Ibrahim menjadi napak tilas bagi umat muslim dalam melakukan ritual-ritual dalam ibadah haji, seperti melempar jumrah, safa marwah, dll.
Agama tidak boleh diukur oleh akal, oleh karenanya kita tidak perlu bertanya dan komplain kenapa kita harus melakukan ibadah. Tidak boleh ada ganjalan sedikit pun saat melakukan ibadah. Karena saat masih ada ganjalan dalam hati, maka kita tidak disebut sebagai orang yang beriman.
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
" Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (Q.S.4 An Nisa : 65)
3. Ibrahim adalah pribadi orang yang ridho dan ikhlas terhadap semua keputusan dan takdir Allah SWT. Ridho inilah yang mendorong Ibrahim menjadi kekasih Allah SWT.
Jika kita ingin ridho terhadap takdir Allah jangan pernah membandingkan apapun dengan orang lain, karena hal itu bisa menjadikan kita kufur nikmat.
Nabi bersabda, "Aku bangga dengan pribadi muslim. Karena semua urusan muslim itu baik/hebat. Jika dia mendapatkan kebaikan dia bersyukur dan jika mendapat kepahitan itu pun menjadi kebaikan baginya." (H.R. Imam Bukhari)
Kita harus meyakini, bahwa apapun keputusan Allah bagi kita, itulah yang terbaik bagi kita.
Agar kita bisa bertauhid kepada Allah dengan benar seperti nabi Ibrahim, salah satu caranya adalah mencari ilmu agama yang benar, rajin mendatangi majelis taklim dengan ulama yang benar-benar memegang teguh kepada Al Qur'an dan hadis. Jika hal ini istiqomah dilakukan maka lama kelamaan akan membentuk karakter menjadi pribadi yang lebih sholeh dan bertauhid yang benar kepada Allah.
Resensi :
Majelis Percikan Iman
4 Agustus 2019
Masjid Trans Studio Bandung
Ust. Budi Hataat, Lc.
0 comments:
Post a Comment